Poros Sahabat Nusantara (POSNU) mengadakan kolaborasi strategis bersama 34 organisasi dan masyarakat sipil untuk persaudaraan dan perdamaian dengan bentuk kegiatan Pesantren Bhineka Tunggal Ika Seri 1 berupa webinar yang bertemakan “Kupas Tuntas Gaya Santri Menjunjung Tinggi Moderasi Beragama Di Indonesia” dengan narasumber Wawan Gunawan, M.Ud. (Budayawan NU) dan Pastor Antonius Benny Susetyo (Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP), pada Jum’at, 22 Oktober 2021 pukul 13.00 s/d 15.00 WIB, via Zoom Meeting.
Kegiatan
ini turut dihadiri oleh 34 organisasi dan masyarakat sipil, yakni DAMAR
Institut, FORMULA JAWA BARAT (Forum Generasi Muda Lintas Agama Jawa Barat),
Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI), PMII Kab. Cilacap
(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GPS (Gerakan Peduli Sesama), MA
Islamiyah, SEMARAC Jakarta Raya (Sedulur Mahasiswa Rantau Cilacap Jakarta
Raya), EPISTM (Economy Policy Study Room), FKPJ Kab. Garut (Forum
Komunikasi Pemuda Jawa Barat), Puan Cilacap (Komunitas Perempuan Cilacap), PMII
Kab. Garut (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Pemuda Muslimin Indonesia,
Fatayat NU, PUNGKAS (Pusat Pengkajian Strategis), DUPA INSTITUT (Dialektika
University Off Political Action), KORDA
JPPR Cianjur, Yayasan Bumi Tulung, LITRASI (Lingkar Studi Moderasi), PSHW
Ranting Karanganyar-Ngawi, MATA GARUDA NTB (Forum Kebijakan Publik, Peduli
Pembangunan & Pendidikan), Pemuda Peduli Yatim Kp. Kirabun, Lembaga Bakti
Selaparang, GSPP (Generasi Solidaritas Pemuda Pulo), KORAN (Komunitas Remaja
Toleran), Banjar Institut, GEMASABA (Gerakan Mahasiswa Sayu Bangsa), LKA
(Lembaga Kajian Anggaran), Gerakan Generasi Remaja, IGET (Inisiasi Gerakan
Tuberculosis), Pergerakan Republik, Mubarok Centre, RMI (Rabithah Ma’had
Islamiyah), FKUB Purwokerto.
Sejak tahun politik nasional 2019, ada kecenderungan peningkatan
ekspresi intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok agama
minoritas. Sepanjang tahun lalu, Setara Institute mencatat, terjadi 200
peristiwa pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Pada wilayah
geografis, Jawa Barat merupakan provinsi dengan kasus pelanggaran KBB terbanyak
yakni 154 peristiwa, disusul Jakarta dengan 114 peristiwa, lanjut di Jawa Timur
(92 peristiwa), Jawa Tengah (59 peristiwa), Aceh (64 peristiwa), Daerah
Istimewa Yogyakarta (38 peristiwa), Banten (36 peristiwa), Sumatera Selatan (31
peristiwa), Sumatera Utara (28 peristiwa), dan Sumatera Barat (19 peristiwa).
Pemahaman agama yang cenderung tekstual dan ekslusif cenderung menjadi salah
satu faktor mendasar munculnya perpecahan, atau setidaknya mewaranai konflik
atas perbedaan yang ada.
Dalam sambutan ketua DPP POSNU Ibu Elina Dian Karmila, S.Sos.I., M.Pd, mengatakan
bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengelola perbedaan sehingga dapat dikatakan
sebagai negara kesatuan, semua perbedaan itu melebur menjadi satu, dalam
semangat Pancasila dan bhineka tunggal ika, dan kegiatan ini merupakan
rangkaian dari refleksi hari besar Indonesia, yang dimana untuk seri 1 diawali
dengan perayaan hari santri, dan Pesantren Bhineka Tunggal Ika ini akan
dijadikan suatu aliansi sebagai wadah/forum bersama dalam membentuk generasi
yang produktif dan inovatif.
Pastor Antonius Benny Susetyo menyampaikan nasihatnya “Gunakanlah
jari-jarimu untuk mempercantik negeri ini, jangan gunakan jarimu untuk merusak
negeri ini, maka hingga saatnya gunakanlah jarimu secara bijak untuk membangun
indonesia yang jaya, maka jadilah komunitas pemutus kata bukan pengiya kata,
karena lima jarimu menentukan masa depan bangsa ini.”
Pesantren merupakan potret
kebhinekaan indonesia, karena di pesantren perbedaan merupakan hal yang biasa
dengan berbagai latar belakang santri yang berbeda. Kemajmukan ini adalah hal
yang semestinya dijaga dan dirawat dengan baik, karena tanpa dipungkiri bahwa
politik identitas mulai masuk ke dalam wilayah pesantren dan merusak kemajmukan
yang ada. Maka penanaman nilai-nilai pancasila ke dalam ideologi santri dan
merawat kebudayaan adalah sebuah tanggung jawab bangsa.
Senada dengan apa yang telah disampaikan oleh Wawan Gunawan bahwa “Santri
itu tidak tiba-tiba ada, tapi estafeta dari keberlanjutan sebuah zaman, artinya
santri bukanlah warga negara kelas 2 akan tetapi warga negara kelas 1. Santri
itu selalu moderat tidak partisan, serta yang pertama bagi santri adalah
maslahatul ummah, yang kedua adalah kemandirian (tidak mudah terpengaruh orang
lain), dan yang ketiga santri itu tidak anti kebaruan bahkan santri yang
menemukan hal-hal baru.”
0 Comments